Selasa, 22 Juli 2008

Reimplementasi Makna Politik

“ Reimplementasi Makna Politik”

Oleh : Yanuar Nurrachman Latief *

Berbicara tentang memahami definisi suatu makna, dapat dipahami dengan mengerti darimana sintesis sebuah makna itu berasal. Tergantung pada input fakta, proses sintesis dan output dari sebuah hasil pemikiran. Dan yang terpenting adalah bagaimana worldview atau paradigma seseorang dalam melihat (mempersepesi, mengerti dan menafsirkan ) suatu fakta menjadi suatu definisi, atau dalam kata lain adalah bagaimana seseorang mendasarkan cara pandang dan pemahaman akan hakikat keberadaan manusia, alam semesta dan kehidupan. Oleh karena itu akan salah apabila seorang menganut sebuah definisi yang berasal dari hasil pemikiran seseorang tanpa melihat latar belakang dan motif dari sebuah pembuatan suatu definisi atau bahkan sebuah pemahaman tertentu.

Begitu pun untuk memahami definisi dari politik, secara umum telah banyak sekali definisi tentang politik yang diberikan oleh para sarjana politik. Diantara pengertian-pengertian politik tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Menurut Asad (1954), politik adalah menghimpun kekuatan; meningkatkan kualitas dan kuantitas kekuatan; dan menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan kekuasaan dalam Negara dan institusi lainnya.
  2. Dalam pandangan Abdulgani, perjuangan politik bukan selalu ” de kunts het moglijke “ tapi sering kali malahan “ de kunts van onmoglijke “ ( politik adalah seni tentang mungkin dan tidak mungkin ). Sering pula politik diartikan “ machtsvorming en machtsaanwending “ (politik adalah pembentukan dan penggunaan kekuatan.
  3. Atau pengertian politik yang umum dipahami oleh para politikus yang berasal dari Locke, Montesquieu, Rossoeau, Marx, Lenin, Stalin dan lainnya sebagai sebuah alat untuk mempertahankan dan mencapai kekuasaan.

Beranjak dari beberapa definisi tentang politik, maka tidak salah bahwa makna yang dipahami tentang politik adalalah politik kekuasaan. Sejalan dengan fakta yang terjadi akhir-akhir ini, bahwa pencapaian suatu kebangkitan yang dipahami dari sudut sekularisme ( memisahkan agama dari kehidupan,red) menilai bahwa kebangkitan akan tercapai apabila kompetisi politik (dengan pemahaman politik yang sudah dipaparkan) terjadi dengan pesat. Ringkasnya, misalnya untuk pemilu 2009 saja jumlah partai politik yang ada berjumlah 34 partai dinilai sebagai indikasi suatu perbaikan taraf berfikir politis masyarakat Indonesia. Walaupun disisi lain banyak social cost yang tidak diperhatikan dalam prosesnya, mulai dari regulasi tentang verifikasi partai yang tidak jelas; money poltik; sampai fakta bahwa para wakil rakyat yang dipilih secara demokratis (katanya ) ternyata lebih banyak menghisap darah rakyat dengan banyaknya skandal korupsi di tataran pejabat dan institusi pemerintahan.

Fakta tersebut makin jelas bahwa, implementasi dari pemahaman politik yang dianut oleh para politikus merupakan bagaimana mengimplementasikan makna politik untuk mengerahkan segala daya dan upaya, baik secara fisik, opini dan materil untuk mencapai kekuasaan di negeri ini. Jadi tidak akan aneh pada saat ini politik dijadikan komoditas ekonomi yang dapat diatur sekehendak para pemilik modal terbesar, sesuai dengan mekanisme pasar.

Jadi menjadi sebuah keniscayaan untuk mereimplementasikan makna politik untuk dirombak secara keseluruhan. Politik dalam terminology bahasa arab dikenal dengan istilah siyasah dan dalam fiqih para ulama lebih dikenal dengan makna siyasah syar’iah. Dalam kamus al Muhith, siyasah berakar kata sasa-yasusu dalam kalimat “ sasa addawaba yasusuha siysatan” yang berarti “ qama ‘alaiha wa radlaha wa adabah ‘ yang bermakna mengurusinya, melatihnya dan mendidiknya. Dalam kitabnya, Mafahim Siyasah An Nabhani mendefinisikan politik sebagai pemeliharaan urusan umat baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dimana pemeliharaan urusan umat di dalam negeri dilakukan dengan penerapan seluruh hukum dan aturan yang merupakan bagian dari aturan Islam. Sedangkan pemeliharaan urusan umat di luar negeri dilakukan dengan dkwah dan jihad. Masyarakat disini termasuk partai politik yang melakukan koreksi dan menasehati penguasa apabila lalai memegang tanggung jawab untuk mengurusi umat, sesuai dengan hadits Rasulullah dari riwayat Ahmad, ketika ditanya tentang perkara jihad apa yang paling utama, Beliau menjawab. “ Kalimat haq yang disampaikan pada penguasa durhaka” (H.R. Ahmad)

Atau dalam riwayat lain Rasul pernah bersabda bahwa Al-Imâm râ‘in wa huwa mas'ûlun ‘an ra‘iyatih (Imam/pemimpin adalah pengurus rakyat; dia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya). Sangat jelas makna eksplisit bahwa pemimpin adalah pengurus rakyat yang berdosa apabila mendzalimi rakyatnya atau tidak amanah terhadap tanggung jawab dari kepemimpinannya.

Tidak aneh pada saat Rasul wafat, dan kekhalifahan dilanjutkan oleh para khalifah selanjutnya, sering merasa berat dengan amanahnya sebagai pemimpin umat. Hal ini diakibatkan bahwa para khalifah pengganti Rasul sangat paham dengan apa yang disebut kekuasaan yang terkandung dalam peringatan Rasulullah terhadap para penguasa :

Siapa saja yang diberi kekuasaan untuk mengurusi umatku, lalu ia tidak menasehati mereka (agar hidup sesuai aturan Allah Swt) maka ia tidak akan mencium harumnya bau syurga(H.R. Bukhari).

Juga peringatan Rasulullah yang lain “ Barang siapa yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin rakyat lalu dia tidak memberikan perhatian penuh kepada rakyatnya ( mengabaikan urusan rakyatnya ) maka Allah haramkan ia masuk syurga (H.R. Bukhari).

Sungguh menjadi sebuah kontradiksi dimana saat ini politik dipahami dengan melakukan segala cara untuk mencapai kekuasaan, padahal islam memahamkan bahwa politik atau siyasah adalah sebuah hal yang mulia dimana pada saat penguasa amanah menerapkan aturan Allah dan menjaga tanggung jawabnya atas umat akan diberikan ganjaran berupa syurga dan apabila mendzalimi umatnya maka neraka adalah ganjarannya. Dan ini menunjukkan kemuliaan Islam dalam mengatur segala aspek kehidupan, dimana semuanya tidak luput dari syariat Islam yang berasal dari Sang Khalik Allah Rabbul a’lamin.


`*Mahasiswa S1 Jurusan Biologi FMIPA UNPAD, Ketua Komisi A DPA HIMBIO UNPAD, Kepala Deputi Kajian Dept Propaganda Masjid UNPAD, Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda